isi kurikuLum pendidikan isLam yang digagas OLEH PARA PEMIKIR MUSLIM
Program Strata Satu Fakultas Tarbiyah
Mata Kuliah Pengembangan
Kurikulum
KELOMPOK 14
SEMESTER VI C SORE
1. DIMAS JANTAKA :
1241170501086
2. YULI YULIA : 12411705010
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
NEGERI SINGAPERBANGSA
KARAWANG
TAHUN 2015
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan petunjuknya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya. ucapan ribuan terima kasih Penulis ucapkan kepada dosen mata kuliah : pengembangan kurikulumyang telah memberi bimbingan dan kesempatan kepada saya selaku penulis Makalah ini.
Penulis
menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam
hal konsep maupun ketikan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari para
pembaca sebagai bahan perbaikan dalam penulisan makalah dimasa mendatang.
Akhirnya,
harapan penulis semoga makalah ini dapat bermenfaat bagi para pembaca yang
budiman khususnya bagi dirinya penulis, Amin.
Karawang, 24 Mei 205
Penulis
DAFTAR
ISI
Hal
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan
masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan
Penulisan .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
A. Pemikiran Imam Al-Ghazali .................................................................. 2
B. Pemikiran Ibnu Khaldun ....................................................................... 7
BAB III PENUTUP 12
A. kesimpulan ............................................................................................. 12
B. Penutup ................................................................................................. 12
Daftar Pustaka................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hakekat pendidikan Islam adalah segala
upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi anak didik untuk diarahkan
kepada cita-cita universal Islam tentang manusia berupa terciptanya pribadi muslim
yang cerdas secara intelektual, anggun secara moral, dan terampil dalam amal
bagi kepentingan sesama..Pengertian tersebuat sudah
cukup menunjukkan arti penting pendidikan bagi kehidupan manusia, sebab
dengannya, lalu lintas kehidupan yang cukup padat akan tertata dengan rapi.
Dengan peran pentingnya dalam kehidupan manusia, keberadaan pendidikan dapat
dipastikan telah mengalir bersama perjalanan panjang manusia itu sendiri sejak
pertama kali keberadaannya.
Oleh
sebab itu, menilik jauh ke belakang guna melihat konsep-kensep pendidikan yang
pernah berlangsung atau digagas oleh para tokoh pendidikan serta menemukan
relevansinya terhadap zaman yang terus bekembang merupakan suatu keniscayaan
untuk tetap memaksimalkan peran dan fungsi pendidikan dalam kehidupan
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pemikiran Imam imam Al-ghozali tentang pendidikan atau kurikulum pendidikan
agama islam ?
2.
Bagaimana
pemikiran Ibnu khaldun tentang pendidikan atau kurikulum pendidikan agama islam
?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pemikiran Imam imam Al-ghozali tentang pendidikan atau kurikulum
pendidikan agama islam
2.
Untuk
mengetahui pemikiran Imam Ibnu khaldun tentang pendidikan atau kurikulum
pendidikan agama islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran al-Ghazali dalam pendidikan
Sejak kecil, Imam Al Ghazali telah bergelut dengan dunia
pendidikan.Maka tidak diragukan lagi dalam hal yang satu ini, beliau menorehkan
pemikiran-pemikiran yang senantiasa menjadi inspirasi bagi generasi sesudahnya.
Di antara pemikirannya tentang pendidikan Islam dapat
dilihat dari buku karangannya, yaitu :
Pertama, Fatihatul Kitab menerangkan berbagai pendapat
tentang pendidikan, pengajaran dan latihan mental, kedua, Ayyuhal Walad yang
melukiskan garis-garis besar kebijakan pendidikan yang ia pandang cocok dengan
pendidikan remaja muslim, dan ketiga, Ihya ‘Ulumuddin yang di dalamnya dikaji
masalah-masalah pendidikan, fikih, akhlak dan tasawwuf.
Dari
karangan-karangannya ini terlihat jelas bagaimana filsafat pendidikan yang
ditorehkan oleh Al Ghazali.Hakikat pendidikan menurut Al Ghazali merupakan
jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan
dunia-akhirat.Secara sistematis, pemikirannya memiliki corak tersendiri.Ia
secara jelas dan tuntas mengungkapkan pendidikan sebagai suatu sistem yang
terdiri dari beberapa komponen.
1.
Hakikat
Ilmu dan Amal Menurut Al Ghazali
Intisari ilmu dalam pandangan Al Ghazali ialah mengetahui
apa taat dan ibadah itu. Menurutnya, taat dan ibadah adalah menuruti segala
perintah dan larangan pembuat syariat, baik dengan ucapan ataupun dengan
perbuatan.Akal manusia karena merupakan alat untuk memperoleh ilmu, maka
al-Ghazali memberikan tempat yang terhormat baginya.Setelah membahas ilmu dan
seluk beluknya pasal terakhir tentang ilmu beliau membuat pasal tantang akal
dan kemuliannya.
Bagi Imam al-Ghazali, ilmu adalah sesuatu yang sangat mulia,
dan sebab itu terlalu murah jika ilmu ditujukan untuk hal-hal yang sifatnya
duniawi.Ilmu haruslah ditujukan untuk ibadah dan mencari hidayah Allah.
Siapapun yang mencari ilmu dengan niat yang mulia seperti itu, kata beliau,
maka para Malaikat akan melindungi pencari ilmu itu dengan membentangkan
sayapnya; dan ikan-ikan di laut mendoakan si pencari ilmu yang ikhlas dalam
langkahnya.
Jika saat ini kita mengalami krisis ulama, dan pesantren
serta kampus-kampus Islam tidak melahirkan ulama-ulama yang tangguh, maka kita
perlu melakukan introspeksi ke dalam, apakah konsepsi ilmu dan niat dalam
mencari ilmu sudah benar?. Al-Ghazali sangat intens dalam membahas tentang
ilmu.Menurutnya, ilmu dan amal merupakan satu mata rantai ibarat setali mata
uang yang dengannya manusia dapat selamat ataupun binasa.Ia mengutip hadis Nabi
saw. “Orang yang paling berat siksaannya di hari kiamat adalah orang berilmu
yang belum diberi kesempatan oleh Allah untuk memanfaatkan (mengamalkan)
ilmunya".
Al
Ghazali berkata kepada muridnya, “Duhai anakku, ilmu tanpa amal adalah
kegilaan.Sementara amal tanpa ilmu tak ada artinya.Keserasian antara amal dan
ilmu dengan ketentuan syari’at sangat beliau tekankan. Bagi penulis, Al Ghazali
adalah sufi yang sebenarnya dan beliau mengkritik kaum sufi yang jauh dari
syari’at. Tasawuf Al - Ghazali menghimpun akidah, syariat dan akhlak dalam
suatu sistematika yang kuat dan amat berbobot, karena teori - teori tasawufnya
lahir dari kajian dan pengalaman pribadi setelah melaksanakan suluk dalam
riyadhah dan mujahadah yang intensif dan berkesinambungan.
2.
Tujuan
Pendidikan Menurut Al Ghazali
Menurut Al Ghazali, puncak kesempurnaan manusia ialah
seimbangnya peran akal dan hati dalam membina ruh manusia. Jadi sasaran inti
dari pendidikan adalah kesempurnaan akhlak manusia, dengan membina ruhnya.Hal
ini berlandaskan pada firman Allah SWT, "Sesungguhnya engkau (Muhammad)
benar-benar mempunyai akhlak yang sangat agung". (QS. 68 : 4). Dan sabda
Rasul saw : Innama bu'itstu liutammima makarimal akhlak. Dan komponen
pendukung sempurnanya insan ialah keseimbangan antara daya intelektual
(kognitif), daya emosi, dan daya nafs, oleh daya penyeimbang. Al-Ghazali
memberikan tamsil dengan menjelaskan orang yang menggunakan akalnya yang
berlebih-lebihan tentu akan akal-akalan, sedang yang 'menganggurkannya' akan
jahil.
Jadi pendidikan dikatakan sukses membidik sasaran sekiranya
mampu mencetak manusia yang berakhlakul karimah. Secara ringkas, tujuan pendidikan
Islam menurut Al Ghazali dapat diklasifikasikan kepada tiga, yaitu :
a) Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan
semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada
Allah;
b) Tujuan utama pendidikan Islam adalah
pembentukan Akhlakul Karimah;
c)
Tujuan
pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
3. Pendidik Pekerjaan mengajar dalam pandangan
al-Ghazali
Pekerjaan yang paling mulia sekaligus sebagai tugas yang
paling agung. Seperti dikemukakannya : "Makhluk yang paling mulia di muka
bumi adalah manusia, dan bagian tubuh yang paling berharga adalah hatinya.
Adapun guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan
serta menyucikan hati, hingga hati itu menjadi dekat kepada Allah SWT. Oleh
karena itu, mengajarkan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua sudut pandang,
pertama ia mengajarkan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan
kedua menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dikatakan
khalifah Allah karena Allah telah membukakan hati seorang 'alim dengan ilmu
yang dengan itu pula seorang 'alim menampilkan identitasnya.
Syarat pokok seorang guru, bagi Al Ghazali adalah berilmu,
tetapi tidak semua yang berilmu pantas menjadi guru. Tetapi ia harus memenuhi
kriteria-kriteria yang sangat ketat.
Menurut Al Ghazali, kode etik atau
tugas profesi yang harus dipatuhi oleh guru (pendidik) meliputi delapan hal:
1.
menyayangi
para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih
sayang guru kepada anaknya sendiri.
2.
guru
bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.sehingga ia tidak
mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jaasa.
3.
guru
tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada para peserta didiknya.
4.
termasuk
ke dalam profesionalisme guru, adalah mencegah peserta didik jatuh terjerembab
ke dalam akhlak tercela melalui cara sepersuasif mungkin dan melalui cara penuh
kasing sayang, tidak dengan cara mencemooh dan kasar.
5.
kepakaran
guru dalam spesialisasi tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh disiplin
keilmuan lainnya, semisal guru yang pakar dalam ilmu bahasa, tidak menganggap
remeh ilmu fikih.
6.
guru
menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta
didiknya.
7.
terhadap
peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi yang jelas,
konkrit dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya.
8. guru mau mengamalkan ilmunya,
sehingga yang ada adalah menyatunya ucapan dan tindakan.
4
Kurikulum/Materi Pendidikan
Adapun mengenai materi pendidikan, Al Ghazali berpendapat
bahwa Al Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahun. Dalam
hal ini Al Ghazali membagi ilmu pada dua macam, yaitu : Pertama, Ilmu
Syar’iyyah; semua ilmu yang berasal dari para nabi. Kedua, Ilmu Ghair
Syar’iyyah; semua ilmu yang berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual
muslim.
Al Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam menurut
kuantitas yang mempelajarinya kepada dua macam, yaitu:
1.
Ilmu
Fardlu Kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian muslim saja,
seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi misalnya ilmu hitung,
kedokteran, teknik, pertanian, industri, dan sebagainya.
2.
Ilmu
Fardlu ‘Ain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang
bersumber dari kitabullah.
Sedangkan
ditinjau dari sifatnya, ilmu pengetahuan terbagi kepada dua, yaitu : ilmu yang
terpuji (mahmudah) dan ilmu yang tercela (mazmumah). Ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan masalah aqidah dan ibadah wajib, misalnya, termasuk ilmu yang fardhu
‘ain.Secara ringkas, ilmu yang fardhu ‘ain adalah ilmu yang diperlukan untuk
mengamalkan kewajiban.Untuk orang-orang yang dikarunai akal yang cerdas, maka
beban dan kewajiban untuk mengkaji keilmuan itu tentu lebih berat. Mereka
seharusnya lebih mendalami ilmu-ilmu yang fardhu ‘ain, lebih daripada orang
lain yang kurang kadar kecerdasan akalnya.
Ilmu yang wajib diajarkan sejak dini menurut Al Ghazali, di
antaranya :
1. shalat, puasa, zakat dan haji;
1. shalat, puasa, zakat dan haji;
2.
Aqidah; dan
3. Ilmu-ilmu yang dapat menjauhkan dari
kcelakaan dan meningkatkan derajat
5.
Metode Pendidikan / pengajaran
Filosof besar ini menandaskan perlunya memilih
metode yang tepat dan sejalan dengan sasaran pendidikan.Oleh karena itu,
al-Ghazali membagi ilmu dalam beberapa himpunan, bagian-bagian, dan
cabang-cabangnya. Berdasarkan hadis Nabi saw., "Sampaikan ilmu sesuai
dengan kadar kemampuan akal", al-Ghazali menganjurkan agar filsafat atau
ilmu lainnya diberikan sesuai dengan tabiatnya, sesuai dengan kemampuan dan
kesiapan manusia. Tidak seperti "memberi daging kepada anak kecil".
Dalam kitabnya Ayyuhal Walad, Al Ghazali dalam metodenya memberikan pemahaman
kepada muridnya beliau sering mengutip kisah-kisah dan contoh-contoh. Misalnya
kutipan berikut :
diriwayatkan
Lukman Al Hakim berwasiat kepada anaknya: “Wahai anakku, janganlah ayam jago
lebih pintar darimu.Di waktu sahur ia telah berkokok, sementara engkau masih
terlelap tidur.”Kisah-kisah yang beliau sampaikan lalu di antaranya beliau
buktikan dengan sabda Nabi saw.
Al
Ghazali, dalam mendidik anak lebih menekankan aspek afektif dan psikomotoriknya
dibandingkan dengan aspek kognitif. Hal ini karena jika anak kecil sudah terbiasa
untuk berbuat sesuatu yang positif, masa remaja atau dewasanya lebih mudah
untuk berkepribadian yang saleh, dan secara otomatis, pengetahuan yang bersifat
kognitif lebih mudah diperolehnya.Tarbiyyah Ruhiyah disampaikan olehnya yaitu
dengan memerintahkan muridnya untuk shalat tahajjud, berdo’a dan dzikir.
Al-Ghazali lahir sebagai peletak dasar
"perkawinan" multiaspek disiplin ilmu, seperti kalam, tasawuf,
falsafah, dan fikih.Kehidupannya penuh dinamika yang mencolok dan dihiasi
dengan krisis intelektual dan spiritual.Akan tetapi dalam perjalanan itu,
beliau menggoreskan jejak langkah pengajaran sufistik yang menekankan aspek
akhlakul karimah sebagai mainstream dari Ihya, karya monumentalnya.
Bila kini ahli pendidikan menyebutnya sebagai kurikulum berbasis komptensi,
al-Ghazali jauh sebelumnya telah meletakkan dasar pondasi yang kuat bahwa
perpaduan yang komprehensif dari kekuatan intelektual, emosional, dan spritual,
yang berpadu pada tasawuf, falsafah dan fikih, satu keniscayaan bagi pelaku dan
peserta didik saat ini.
B.
Pemikiran
Pendidikan Ibnu Khaldun
Seperti telah disebutkan bahwa dalam perjalanan hidupnya Ibn Khaldun banyak
bergelut dengan masalah politik.Namun demikian, etos keilmuan yang dimilikinya
cukup tinggi, sehingga aktivitas politik yang digelutinya tersebut bertolak
pada ijtihad murni untuk menjadi politisi yang tercerahkan dan alim, di mana
setiap agenda politiknya berlandaskan keilmuan dan logika.Kecerdasan,
pengalaman dan keilmuanya yang tak diragukan membuatnya begitu cermat dan
kritis terhadap fenomena tatanan sosial dan dan ekonomi (masyarakat
manusia).Hal ini pada gilirannya berpengaruh pada intuisi intlektualnya dalam
meneropong sejarah dan dinamika perkembangannya.
Sebagai seorang pemikir muslim, Ibn Khaldun merupakan produk sejarah yang tak ternilai harganya. Pemikirannya tidak dapat
dipisahkan dari akar pemikiran Islamnya. Disinilah letak alasan Iqbal
mengatakan bahwa seluruh semangat al-Muqaddimah yang merupakan
manifestasi pemikiran Ibnu khaldun, diilhaminya dari al-Quran sebagai sumber utama dan pertama dari
ajaran Islam. Ungkapan
ini dituliskan Ibn Khaldun secara eksplisit dalam al-Muqaddimahnya ,
bahwa; dasar dari semua ilmu adalah materi sah dari
al-Qur’an dan Sunnah.
Merujuk kepada kitab al-Muqaddimah,maka akan didapati corak dari
pemikiran Ibn Khaldun bahwa dalam setiap analisisnya yang tajam dan
rasional, ia senantiasa mengkonsultasikan antara fakta empiric dan rasional dengan
wahyu. Wahyu tidaklah dia letakan sebagai premis minor dalam tata fikir
yang dikembangkannya, tetapi sebagai premis
mayor yang menjadi referensi setiap pemecahan masalah
1.
Kurikulum dan Materi
Berbeda dengan pengertian kurikulum modern yang telah mencakup konsep
lebih luas dan setidaknya terdiri dari tiga point penting, yaitu; mencakup
kurikulum yang memuat isi dan materi pelajaran, kurikulum sebagai rencana
pembelajaran dan kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertian kurikulum pada masa Ibnu
Khaldun masih cukup sempit, yaitu terbatas pada maklumat-maklumat dan
pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran
yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang
dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.Pengertian yang sempit terhadap
kurikulum pada zaman itu tidak saja berlaku pada dunia Islam, bahkan juga di
sebahagian negeri-negeri Timur, negeri-negeri Afrika yang bukan Islam, bahkan
negeri-negeri Barat.
Kembali kepada ibn Khaldun, dalam pembahasannya mengenai
kurikulum ibn Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku
pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara
Islam bagian Barat dan Timur. Dari hasil analisis komparasinya, disimpulkan
bahwa kurikulum pendidikan yang diajarkan kepada peserta
didik setidaknya meliputi tiga hal, yaitu: pertama, kurikulum sebagai
alat bantu pemahaman (ilmu bahasa, ilmu nahwu, balagah dan syair). Kedua,
kurikulum sekunder yaitu matakuliah untuk mendukung memahami Islam (seperti
logika, fisika, metafisika, dan matematika). Ketiga, kurikulum primer
yaitu inti ajaran Islam (ilmu Fiqh, Hadist, Tafsir, dan sebagainya).
Adapun pandangannya mengenai
materi pendidikan, karena materi merupakan salah satu komponen operasional
pendidikan, maka dalam hal ini ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
menjadi dua macam, yaitu:
I. Ilmu-ilmu
filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini merupakan ilmu pengetahuan alami
bagi manusia melalui bimbingan pikirannya. Ibn Khaldun berpendapat manusia
memiliki persepsi-persepsi yang akan membimbingnya kepada objek-objek dengan
problema, argumen dan metode pengajaran.
Ilmu aqli di bagi menjadi empat kelompok, yaitu :
ØIlmu Logika
ØIlmu Fisika
ØIlmu Metafisika
ØIlmu Matematika
II.
Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang
bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah
menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu
ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan
Hadits.
Ibn Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat
dan kepentingannya bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu :
Ø Al-Quran dan
Hadits
Ø Ulum
al-Quran
Ø Ulum Hadits
Ø Ushul Fiqh
Ø Fiqh
Ø Ilm al-Kalam
Ø Ilm
al-Tasawuf
Ø Ilm
al-Ta’bir Ru’ya
Menurutnya,
Al-quran adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak. Al-Quran
mengajarkan kepada anak tentang syariat Islam yang dipegang teguh oleh para
ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat Islam. Ilmu-ilmu naqli hanya
ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Walaupun dalam setiap agama
sebelumnya ilmu-ilmu tersebut telah ada, akan tetapi berbeda dengan yang
tedapat dalam Islam. Dalam Islam, eksistensi ilmu berfungsi menasakhkan
ilmu-ilmu dari setiap agama yang lalu dan mengembangkan kebudayaan manusia
secara dinamis.
Dengan
pembatasan ibn Khaldun terhadap ilmu-ilmu naqliyyah hanya pada umat
Islam, baik dalam teori maupun prakek, tampak bahwa ia meletakkan eksplorasi
intelektual akal pikir dalam ruang lingkup keilmuan ini di antara dua pembatas,
yaitu: pertama, larangan mengkaji kitab-kitab suci selain al-Qur’an. Kedua,
penyerahan (percaya) sepenuhnya terhadap generasi terdahulu (salaf)
berkenaan dengan buah pemikiran mereka dalam lingkup kajian keilmuan naqliyyah
tersebut. Atau dengan kata lain, ibn Khaldun telah menutup pintu ijtihad
dalam setiap hal yang terkait dengan keilmuan naqliyyah.
Selanjutnya
Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya menjadi empat macam, yang
masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas
mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
Ø Ilmu agama
(syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
Ø Ilmu
‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
Ø Ilmu alat
yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa
Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
Ø Ilmu alat
yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
2. Metode Pendidikan
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari
pembahasan pada kitab al-Muqaddimahnya.Ia menjelaskan bahwa didalam
memberikan pengetahuan kepada anak didik, seoarang pendidik hendaknya: Pertama:
Memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan
memperhatikan kemampuan akal anak didik. Kedua: Setelah pendidik
memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi, baru pendidik
membahasnya secara lebih detail dan terperinci. Ketiga: Pada langkah ini
pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan
menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapun sulitnya agar anak
didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
Secara eksplisit (dalam muqaddimah) Ibn Khaldun
juga menyebutkan metode diskusi sebagai sebuah metode yang unggul, sebab dengan
metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan
mengasah otak, melatih untuk berbicara, di samping mereka mempunyai kebebasan
berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak
didik berfikir reflektif dan inovatif. Dengan berdiskusi menurutnya kreativitas
pikir anak akan lebih hidup, anak juga dapat memecahkan masalah dan pandai
menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan
benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya. Metode ini
menurutnya merupakan cara yang mampu menjernihkan persoalan dan menumbuhkan
pengertian.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan di atas tentang pemikiran
pendidikan Ibn Khaldun, maka dapat disimpulkan bahwa Ibn Khaldun merupakan
seorang pemikir pendidikan yang cukup cemerlang, dimana dalam
pemikiran-pemikirannya baik dalam bidang pendidikan maupun lainnya ia selalu
mendasarkannya kepada fakta empirik dan kemudian mengkonsultasikannya kepada
al-Qur’an dan Sunnah yang dijelaskannya merupakan dasar dari ilmu pengetahuan.
dengan kecemerlangan pikirannya ia berhasil mendudukan secara proporsional
ilmu-ilmu naqliyyah dengan aqliah.
Dalam pembahasan di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa pemikiran pendidikan dari seorang Al Ghazali yang
konfrehensip.Ia telah begitu tuntas membahas baik dari segi epistemologi,
ontologi dan aksiologi, secara teoritis maupun praktis. Unsur-unsur pokok
kependidikan yang sedikitnya terdiri dari murid, guru, dan materi serta metode
telah dipaparkan oleh keduanya. Sementara Ibnu Maskawaih telah memberikan andil
terutama dalam segi teori-teori yang berhubungan dengan akhlak dan psikologi
perkembangan
2.
Saran
Kami
menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini oleh sebab itu kritik
dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Nata Abuddin, Ilmu Pendidikan
Islam, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta
2010
2.
Dauay putra haedzar, Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006
3.
Omar mohammad, filsafah Pendidikan
Islam, Buan
bintang, Jakarta, 1 7
4.
Riwayat ibnu khaldun di unduh dari http// : coretan ilmu tanggal 25-05-2015 puku 18 : 40
No comments:
Post a Comment